B.H. Noerijah
Sejarah Samar Kaum Kalang
Sejarah Samar Kaum Kalang
salah satu pintu toko Kotagede |
Cerita tutur yang sering di dengar dari generasi sepuh Jogja adalah mengenai permintaan “Bekele Tembong” kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk memasang ubin rumahnya dengan uang Gulden, yang merupakan simbol perlawanan sekaligus ”aroganisme” dari seorang Saudagar pribumi yang mampu membayar pegawai dari etnis Eropa, yang pada jaman itu sungguh tidak lazim.
Kaum kalang, meskipun sering dianggap kaum yang mempunyai adat kebiasaan yang berbeda dari suku Jawa pada umumnya tapi dalam konotasi yang negative, pada masa itu punya peranan yang sangat penting di perokonomian, dan ditandai pula dengan ramainya daerah Kotagede sebagai tempat perdagangan yang terbesar di Hindia Belanda sesuai catatan dari Hubertus Johannes van Mook (Lt. Gubernur Jend. Hindia Belanda).
Pic.source: http://id.wikipedia.org/wiki/ Hubertus_Johannes_van_Mook |
Prawirosoewarno Lahir di Kotagede, Jogjakarta pada tahun 1873, dari keturunan Brajasemito-Demang, dengan orang tua adalah pedagang sukses warisan lelurhur pendahulunya yang terus dikembangkan. Mempunyai strata tinggi dimana punya hubungan yang cukup penting dengan keluarga kraton baik Kasultanan Jogjakarta maupun Kasunanan Surakarta (Kotagede adalah merupakan daerah kantong yang dimiliki oleh kedua kraton tersebut sesuai dengan perjanjian Giyanti).
Dalam menjalankan bisnisnya Prawirosoewarno dibantu dengan anaknya Noerijah di kawasan Tegalgendoe, Kotagede, Jogja, dengan usaha bisnisnya adalah mengelola rumah gadai, juga dalam perdagangan emas dan berlian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar