Nitisemito,
sangatlah mengesankan apa yang menjadi perjalanan hidup dari Saudagar
Rokok Kretek Tjap Bal Tiga, semangat juang untuk usaha dan membesarkan
usahanya. Walaupun berakhir dengan kebangkrutan sebelum Nitisemito tutup
usia, tapi Rokok Kretek Tjap Bal Tiga adalah merupakan tonggak awal
dimulainya industri kretek di Indonesia.
Banyak cara dilakukan pada masa Nitisemito untuk memasarkan produk-nya, salah satu "artefak" yang sering kita jumpai adalah tea set, piring, nampan, dsb. Untuk masa itu strategi marketing dari Nitisemito sungguh sangat luar biasa.
"Banjak Terima kasih Saja Dapet Satoe Sepeda, Belilah Rokok Tjap Bal Tiga" Foto koleksi : Mark Hanusz (KRETEK) |
Sekilas tentang Sang Pionir rokok kretek:
Nitisemito seorang
buta huruf, putra Ibu Markanah di desa Janggalan dengan nama kecil
Rusdi. Ayahnya, Haji Sulaiman adalah kepala desa Janggalan. Pada usia 17
tahun, ia mengubah namanya menjadi Nitisemito. Pada usia tersebut, ia
merantau ke Malang, Jawa Timur untuk bekerja sebagai buruh jahit pakaian.
Usaha ini berkembang sehingga ia mampu menjadi pengusaha konfeksi.
Namun beberapa tahun kemudian usaha ini kandas karena terlilit hutang.
Nitisemito pulang kampung dan memulai usahanya membuat minyak kelapa,
berdagang kerbau namun gagal. Ia kemudian bekerja menjadi kusir dokar sambil berdagang tembakau. Saat itulah dia berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang rokok klobot di Kudus.
Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok kretek, menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan nginang pada
sekitar tahun 1870. Di warungnya, yang kini menjadi toko kain Fahrida
di Jalan Sunan Kudus, Mbok nasilah menyuguhkan rokok temuannya untuk
para kusir yang sering mengunjungi warungnya. Kebiasaan nginang yang
sering dilakukan para kusir mengakibatkan kotornya warung Mbok Nasilah,
sehingga dengan menyuguhkan rokok, ia berusaha agar warungnya tidak
kotor. Pada awalnya ia mencoba meracik rokok. Salah satunya dengan
menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran ini kemudian dibungkus dengan klobot atau
daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok ini disukai oleh
para kusir dokar dan pedagang keliling. Salah satu penggemarnya adalah
Nitisemito yang saat itu menjadi kusir.
Nitisemito
lantas menikahi Nasilah dan mengembangkan usaha rokok kreteknya menjadi
mata dagangan utama. Usaha ini maju pesat. Nitisemito memberi label
rokoknya "Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo" (Rokok Cap Kodok makan Ular). Nama ini tidak membawa hoki malah menjadi bahan tertawaan. Nitisemito lalu mengganti dengan Tjap Bulatan Tiga. Lantaran gambar bulatan dalam kemasan mirip bola, merek ini kerap disebut Bal Tiga. Julukan ini akhirnya menjadi merek resmi dengan tambahan Nitisemito (Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito).
Bal
Tiga resmi berdiri pada 1914 di Desa Jati, Kudus. Setelah 10 tahun
beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik besar diatas lahan 6
hektar di Desa jati. Ketika itu, di Kudus telah berdiri 12 perusahaan
rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil
(gurem). Diantara pabrik besar itu adalah milik M. Atmowidjojo
(merek Goenoeng Kedoe), H.M Muslich (merek Delima), H. Ali Asikin (merek
Djangkar), Tjoa Khang Hay (merek Trio), dan M. Sirin (merek Garbis
& Manggis).
Sejarah mencatat Nitisemito mampu mengomandani 10.000 pekerja dan memproduksi 10 juta batang rokok per hari 1938. Kemudian untuk mengembangkan usahanya, ia menyewa tenaga pembukuan asal Belanda. Pasaran produknya cukup luas, mencakup kota-kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan bahkan ke Negeri Belanda sendiri. Ia kreatif memasarkan produknya, misalnya dengan menyewa pesawat terbang Fokker seharga 200 gulden saat itu untuk mempromosikan rokoknya ke Bandung dan Jakarta.
(diolah dari berbagai sumber dan wikipedia ensiklopedia bebas)
(diolah dari berbagai sumber dan wikipedia ensiklopedia bebas)
Beberapa Merchandise Nitisemito
pict.source: www.purwokertoantik.com |
pict.source: www.barangantiklawas.com |
pict.source: www.barangantiklawas.com |
pict.source: www.barangantiklawas.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar